Kamis, 20 Desember 2012
Senin, 03 Desember 2012
PERTEMUAN III
SUB –
POKOK BAHASAN
DOSA DAN PENDERITAAN
Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
1. Peserta Bina
Katekisasi mengetahui, bahwa perbuatan berdosa itu lahir dari hati dan pikiran
yang tidak setia mengasihi serta tidak taat memberlakukan firman Tuhan.
2. Peserta Bina
Katekisasi mengerti, bahwa akibat pelanggarannya terhadap Firman Tuhan,
maka ia akan mengalami penderitaan jasmani dan rohani.
3. Peserta Bina
Katekisasi memahami, bahwa ia dapat menikmati kebahagiaan, jikalau ia rajin dan
tekun bersekutu (bergaul akrab) dengan Allah.
PENDAHULUAN
Acapkali
kita mencari jawaban atas masalah penderitaan yang dialami, meskipun telah
bekerja keras untuk melepaskan diri dan atau sekurang-kurangnya telah berusaha
menghindarinya. Mengertikah anda, kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Ip-Tek)
bertujuan membangun kesejahteraan sosial bagi manusia dan alam semesta ? Ip-Tek telah
banyak membantu manusia keluar dari penderitaan; akan tetapi bersamaan dengan
kemajuannya, makin banyak persoalan yang tidak dapat terselesaikan tuntas. Lalu
kita tiba pada sebuah kesimpulan sementara : Apakah ada kekeliruan pada
peradaban yang dihasilkan, sehingga keadaan manusia yang menderita tidak
berubah ?
SEJARAH KEBUDAYAAN
DAN PERADABAN. Sepanjang
pertumbuhan dan perkembangan peradaban (sejak zaman Menara Babel ->
Kej. 10: 1 – 9) kita menyaksikan, manusia telah berusaha semaksimalnya untuk
mengatasi kesulitan hidup, namun sampai hari ini penderitaan tidak pernah
tertuntaskan. Demikianpun globalisasi di bidang ekonomi belum mampu menjawab
kebutuhan manusia. Malahan pesatnya globalisasi telah melumpuhkan beberapa
fungsi kehidupan manusia yang paling subtansial. Persoalannya : bagaimanakah
orang Kristen membijaki dan menyikapi persoalan kemanusiaan ini ?
KESAKSIAN
ALKITAB TENTANG DOSA.
A. Sumber Dosa.
1. Dosa tidak berasal dari Allah. Ia
bersumber dalamhati manusia (Yes. 29:13; bd. Yer.12:2; Mat.
13:15; Kis. 28:27 -> “Tuhan telah berfirman: ‘Oleh karena bangsa ini
datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahalHati-nya jauh dari pada-Ku’; bd. Yer. 4:14 -> “Bersihkanlah Hati-mu dari kejahatan”;
). Jika kita menemukan istilah hati dalam tulisan-tulisan Alkitab, maka hal itu
bukan bertujuan menunjuk pada organ biologis, melainkan pada kehidupan
dalam atau bathin manusia (inner-life yang berhubungan
dengan aktivitas emosional, feeling/ perasaan, intelektual
/ akalbudi, spiritual,mentalitas, motivasi, kesadaran,
hati-nurani dan suara hati, keinginan nafsiah, pengenalan diri, dan
lain-lain sejenisnya; bd. Luk. 6:45 –> “Orang yang baik mengeluarkan
barang yang baik dari
dalam hatinya yang baik, dan orang yang jahat
dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, keluar dari hatinya”; lih. Jg. Yoh. 7:38).
2. HATI MANUSIA CENDERUNG LICIK
DAN BERPIKIRAN JAHAT.
2.1. HATI CENDERUNG LICIK (Aspek
Afektif)
a). Nabi Yeremia (17:9-10) berpendapat, bahwa
perilaku manusia yang jahat itu lahir dari hati. Katanya : “Betapa liciknya hati,
lebih licik dari pada segala sesuatu, hati-ya sudah membatu : siapakah yang dapat mengetahuinya
? Tuhan, yang menyelidiki hati, yang mengujibathin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal
dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan perbuatannya” (bd. Zak. 7:12 -> “Mereka membuat HATI mereka
keras seperti batu amril…”).
b). Tuhan Yesus pun menyatakan demikian : “Kamu
telah mendengar firman : Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu : Setiap orang yangmemandang perempuan danmenginginkannya,
sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya”
(Mat. 5:27-28; bd. Mrk. 6:52).
c). Paulus, rasul kepada bangsa-bangsa
non-israeli, menuliskan : “Maukah engkau menganggap sepi kekayaan
kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya ? Tidakkah engkau tahu bahwa maksud kemurahan
Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan ? Tetapi oleh ketegaran hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka
Allah atas dirimu sendiri…”
-> Rom. 2:4-5).
2.2. CENDERUNG BERPIKIR JAHAT (Aspek
Koqnitif).
Alkitab memberi kesaksian, bahwa kejatuhan manusia ke
dalam dosa disebabkan pikiran manusia jahat dan cenderung
melawan Allah.
a). Karena fasik memuji-muji keinginan hatinya,
dan orang-orang loba mengutuki dan menista TUHAN. Kata orang fasik itu dengan batang hidungnya ke atas
: “Allah tidak akan menuntut ! Tidak ada Allah !”, itulah
seluruhpikirannya (Maz. 10:3-4).
b). TUHAN memandang dari sorga kepada anak-anak manusia,
untuk melihat apakah mereka berakalbudi dan yang mencari
Allah. Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat, tidak ada yang
berbuat baik, seorangpun tidak (Maz. 14: 2 – 3).
c). Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu
berkata : “Mengapa kamumemikirkan hal-hal yang jahat dalam hatimu” (Mat.
9:4; bd. 16:3).
d).`Berpalinglah Yesus dan sambil memandang
murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus : “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan
memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang
dipikirkan manusia” (Mrk. 8:33).
e). … aku berkata keada setiap orang di antara
kamu. Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggidari pada
yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa,
menguasai diri menurut ukuran iman…” (Rom. 12:3).
2.3. HATI
DAN PIKIRAN
YANG JAHAT MELAHIRKAN PERBUATAN BERDOSA
Hati
dan akalbudi yang cenderung pada kejahatan akan mempengaruhi manusia, sehingga
ia melakukan kejahatan. Rasul Paulus menuliskan : “Tidak ada yag benar,
seorangpun tidak. Tidak ada yang berakalbudi, tidak ada seorangpun
yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua
tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak !” (Rom. 3:10 -12
-> bd. Maz. 14:2 – 3 -> “TUHAN memandang dari sorga kepada anak-anak manusia,
untuk melihat apakah mereka berakalbudi dan yang mencari Allah. Mereka semua
telah menyeleweng, semuanya telah bejat, tidak ada yang berbuat baik,
seorangpun tidak”).
Bertolak
dari kesaksian Alkitab (Maz. 14 : 2 – 3 -> “Mereka semua telah
menyeleweng, semuanya telah bejat, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun
tidak”; bd. Rom. 3 : 10 – 12 -> “mereka semua tidak berguna”),
kita dapat menarik kesimpulan, bahwa setelah manusia jatuh ke dalam dosa (Kej.
3), seluruh subtansi dan eksistensinya pun berdosa. Tidak ada pikiran dan tidak
ada hati yang baik di dalamnya. Para penulis Alkitab tidak lagi menyoroti
manusia sebagaimana Kejadian 1 – 2; akan tetapi pernyataan-pernyataan tentang
pikiran (konisi) dan penghayatan (afeksi) yang jahat dan berdosa itu telah
membuahkan perilaku ibadah yang menyimpang / menyeleweng dan melanggar kehendak
Allah.
3. KEHENDAK BEBAS ( Free-will )
Saya mengulangi kembali
pernyataan ini :seluruh kesaksian Alkitab menyoroti keadaan manusia setelah
kejatuhan ke dalam dosa (realitas / fenomena kehidupan sesudah
kejatuhan). Para penulis Alkitab kurang memberikan informasi tentang
keadaan manusiasebelum jatuh ke dalam dosa. Mereka bercerita tentang
sebuah realitas yang pasti, yakni : fenomena kehidupan manusia berdosa
yang menjalankan pekerjaan Allah (Missio Dei).
Di sinilah kita perlu
mengerti pemahaman Ionanes Calvin (dan teologi Calvinis) yang bertolak dari
pernyataan Raja Daud (Maz. 14 : 2 – 3) dan Rasul Paulus (Rom. 3 : 10 – 12)
tentang kehendak bebas (free – will), bahwa kehendak
bebas manusia pun ternodai dosa : “Mereka
semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat, tidak ada yang berbuat baik,
seorangpun tidak. … mereka semua tidak berguna”.
4. KETIDAK BERSALAHAN MANUSIA
: Perihal Bencana Alam (Natural Disaster)
Memang benar !, ada
peristiwa / kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia berdosa, seperti :
bencana alam (tsunami, gempa bumi). Kejadian seperti ini tidak dapat
dihubungkan dengan dosa manusia. Ia merupakan peristiwa alami (natural
disaster). Ia juga tidak dapat dikatakan sebagai hukuman Allah. Dengan kata
lain, tsunami, gempa bumi dan hal-hal yang terkait dengan kejadian alam
bukanlah sesuatu yang terjadi oleh ulah manusia berdosa.
5. KEBERDOSAAN MANUSIA :
Perihal Banjir Melanda Kota
Banjir
terjadi akibat dosa manusia.
Perihal banjir yang melanda kota-kota besar dapat digolongkan ke dalam akibat
dari dosa manusia. Mengapa ? Manusia berada lingkungan alam (ekosistem). Ia
memiliki pengalaman : ada musim penghujan dan ada musim kemarau. Perubahan
cuaca dan pergantian musim.
1. Penataan Lingkungan Hidup Pekotaan. Ia
pernah mengalami banjir dalam lingkungan hidup pekotaan. Ia mengtetahui, bahwa
akibat pengembangan kota, maka penataan ruang drainase perlu dikembangkan, jika
tidak demikian, maka banjir akan mengancam kehidupannya.
2. Tanggungjawab Manusia (Kej.
2:15 -> “TUHANAllah menempatkan mnusia untuk memelihara dan
mengusahakan taman itu”).
TUHAN Allah memberi
akalbudi, agar manusia menguasai dan menaklukkan alam (Kej. 1:28 -> … kuasailah
dan taklukkanlah bumi). Oleh karena itu, pengolahan hasil
bumi harus diikuti oleh penatalolaan fungsi alam secara
baik dan benar. Jika tidak demikian, maka alam akan menjadi ancaman yang
mematikan kehidupan manusia. Dan, hal itu merupakan tanggungjwab dari perbuatan
manusia berdosa.
Di
sinilah kita perlu memahami ucapan Yesus : “Beritakanlah Injil kepada kepadasegala
makluk” (Mrk. 16:15). Istilah “segala makhluk” mengandung makna luas
mencakup sesama ciptaan, yakni : seluruh ciptaan Allah
dalam ekosistem kehidupan. (Kej. 1 : 1 – 27). Injil adalah kabar
baik yang dianugerahkan Allah ke atas kehidupan seluruh ciptaan.
Ketika jatuh ke dalam dosa, seluruh alam ciptaan pun mengalami akibat
langsung maupun tidak langsung dari pikiran dan
tindakan manusia berdosa. Kejatuhan manusia ke dalam dosa telah
mengakibatkan manusia tidak lagi mengerti dan memahami tujuan Allah membangun
alam semesta, karena ia diusir dari taman (Kej. 3 : 22 – 24). Keadaan terasing
dari Allah amat mempengaruhi pikiran manusia untuk merencanakan
pengolahan (eksplorasi) sumber daya alam.
Banjir
yang terjadi dalam wilayah pekotaan adalah akibat dari : a). Ulah penduduk kota
yang membuang sampah sembarangan; b). Pengolahan (Kej. 2:15 -> pengusahaan)
hasil hutan tanpa melakukan konversi (usaha reboisasi) serta memberikan
kesempatan kepada hutan dan membantunya berdaur ulang; c). Sistem pemerintahan
yang terkait dengan fungsi penataan (perencanaan) kota kurang berjalan baik.
Dalam kasus ini, banjir terjadi akibat dosa manusia dan dosa institusi
pemerintah.
TUGAS
– TUGAS UNTUK DIDISKUSIKAN
1. Mengapa manusia menderita ?
2. Apakah
pndangan Alkitab tentang tsunami ?
3. Bagaimanakah
pandangan dan sikap anda sebagai warga kota, jika anda diserahi tanggungjawab
dan wewenang untuk membangun lingkungan hidup ?
Kamis, 08 November 2012
laporan Ekosistem
LAPORAN PRAKTIKUM
BIOLOGI DASAR
PERCOBAAN V
POPULASI, KOMUNITAS,
DAN EKOSISTEM
NAMA : FEYDRI
FERDITHA DERA
NIM :
H21112275
HARI/TANGGAL : SENIN/15 OKTOBER 2012
KELOMPOK :
IV (EMPAT)
ASISTEN : RR. DYAH RORO ARIWULAN
LABORATORIUM BIOLOGI
DASAR
UNIT PELAKSANA TEKNIS
MATA KULIAH UMUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan di muka
bumi ini, manusia mempelajari tentang individu, populasi, komunitas, ekosistem
dan lain sebagainya. Ilmu yang mempelajari tentang populasi,komunitas, dan
ekosistem disebut ekologi (yanney,1990)
Individu adalah organisme
tunggal atau satu makhluk hidup. Jasad satu per satu, apakah itu manusia,
tumbuhan atau hewan, secara genetik merupakan suatu wujud yang seragam. Setiap
individu memiliki perbedaan dan ciri khas sendiri. Bersama-sama dengan
lingkungannya yang terbatas individu jasad itu membentuk satuan ekologi. Faktor
lingkungan indvidu dapat mempengaruhi fisiologisnya, seperti misalnya
penyediaan energi dan bahan mentah ( Yanney,1990).
Populasi
adalah kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan waktu
tertentu. Contoh populasi dapat berupa populasi rumput,
populasi ikan, populasi kepiting, popuasi kerang, populasi sumpil, populasi padi, populasi tikus,
populasi ular, dan lain-lain. Antara populasi yang satu dengan populasi lain
selalu terjadi interaksi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam
komunitasnya (Riza,2009).
Sekolompok
populasi dari berbagai jenis yang hidup pada suatu daerah tertentu disebut
komunitas. Komunitas dapat mencakup semua populasi di daerah tertentu, misalnya
semua tumbuhan, hewan, dan jasad renik atau mungkin didefenisikan lebih sempit
lagi sebagai suatu kelompok tertentu seperti komunitas paku atau komunitas
burung pemakan biji ( Ian,1991).
Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi
interaksi, ini menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. Contoh dari wujud ekosistem di
sekitar kita salah satunya adalah ekosistem perairan seperti sungai, danau atau
laut dan ekosistem darat seperti ekosistem sawah ataupun kebun. Contoh-contoh
tersebut dapat dikatakan sebagai ekosistem karena memiliki komponen-komponen
ekosistem yang mempunyai hubungan timbal balik satu dengan yang lainnya (Riza,2009).
I.2 Tujuan
Percobaan
Tujuan
percobaan dari praktikum Populasi, Komunitas, dan Ekosistem adalah :
1. Menggunakan
model untuk meneliti bagaimana suatu populasi dapat tumbuh.
2.
Mempelajari suatu
komunitas dengan mengumpulkan data sebanyak mungkin dan memeriksa hubungan
antara masing-masing spesies agar dapat mengetahui ukuran mana yang paling
penting untuk mengetahui struktur komunitas.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan
Populasi, Komunitas, dan Ekosistem dilakukan pada hari Senin, 15 Oktober 2012,
pukul 14.00-17.00 WITA, bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan pengambilan data di kebun pertanian,
Universitas Hasanuddin, Makassar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
Populasi
terbentuk dari kelompok individu dengan spesies yang sama atau kelompok yang
terbiak antar kadang. Karena spesies itu kebersamaannya sebagai kelompok
terpelihara oleh pembiakan antar-kadang,dengan pertukaran gen atau faktor keturunannya,
maka spesies tersebut dikatakan mempunyai kelompok gen yang sama. Spesies itu
mungkin membentuk kelompok nisbi terpisah-pisah yang terdiri dari populasi
setempat. Spesies yang sama itu bisa saja memiliki lebih dari satu populasi
setempat yang masing-masing telah menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Perbedaan yang kecil dalam penyesuaian setempat antar populasi merupakan dasar
untuk seleksi alam dan untuk perubahan secara evolusi (Yanney, 1990)
Populasi organisme pada suatu
daerah tidaj akan tetap dari waktu ke waktu berikutnya. Jika jumlaah populasi
suatu jenis berubah, kepadatan populasinya juga akan berubah. Ada beberapa hal
yang mempengaruhi perubahan kepadatan populasi organisme pada suatu daerah
yaitu (Riza,2009) :
1.
Natalitas ( Angka Kelahiran)
Natalitas atau angka kelahiran adalah angka yang
menunjukkan jumlah individu baru yang menyebabkan populasi bertambah per satuan
waktu. Dengan demikan, meningkatnya natalitas merupakan faktor pendorong
meningkatnya pertumbuhan populasi.
2. Mortalitas
Mortalitas atau angka kematian adalah angka yang
menunjukkan jumlah pengurangan individu per satuan waktu. Terjadinya kematian merupakan
salah satu faktor utama yang mengontrol ukuran suatu populasi. Apabila
natalitas lebih besar dari pada mortalitas, pertumbuhan populasinya meningkat.
Apabila natalitas lebih kecil dari pada mortalitas, pertumbuhan populasinya
menurun.
3.
Migrasi (Imigtasi dan
Emigrasi)
Migrasi
adalah kedatangan individu baru dari tempat lain, sedangkan emigrasi adaalah
kepergian/ pindah ke tempat lain. Apabila luas suatu daerah tetap dan jumlahnya
individu yang datang lebih besar daripada yang pergi maka kepadatan populasi
akan mengecil. Pada suatu daerah yang tersedia cukup ruang dan makanan akan
cenderung mendorong bertambahnya jumlah individu. Hal itu akan meningkatkan
jumlah populasi sekaligus meningkatkan kepadatan populasi. Meningkatnya jumlah
populasi organisme pada suatu daerah akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan
populasi. Pertumbuhan populasi akan terus berlangsung selama lingkungan mampu
menunjang kehidupan. Apabila populasi sudah mencapai titik maksimum atau
melebihi daya dukung lingkungan akan menurun.
Populasi organisme pada suatu ekosistem senantiasa
mengalami perubahan. Perubahan tersebut ada yang tampak jelas dan ada pula yang
tidak jelas. Pada ekosistem darat, ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perubahan populasi, di antaranya adalah (Zainal,2007) :
1.
Perubahan suhu
Setiap
organisme hanya dapat hidup dengan baik pada suhu tertentu. Apabila suhu
lingkungannya berubah lebih tinggi atau lebih rendah dari pada suhu yang
diperlukan, akan menimbulkan gangguan kehidupan organisme tersebut. Hal itu
terbukti dengan adanya migrasi hewan yang hidup pada daerah yang mengalami
pergantian iklim, yaitu di daerah subtropis.
2.
Kadar air tanah dan
curah hujan
Tidak ada
satu pun jenis makhluk hidup yang tidak memerlukan air untuk aktivitas
kehidupannya. Oleh karena itu, perubahan kadar air dalam tanah akan
mempengaruhi peri kehidupan tumbuhan dan organisme lain yang hidup di atasnya.
Hal itu dapat kita perhatikan pada alam sekitar kita, yaitu pada musim kemarau
dan musim hujan. Pada musim kemarau daun-daun pohon berguguran dan
rumput-rumput mati. Pada musim hujan daun-daun pohon tumbuh subur dan
rerumputan pun tampak menghijau. Perubahan populasi tumbuhan tersebut akibatnya
juga akan berpengaruh pada perikehidupan serta populasi hewan yang ada di
tempat tersebut.
Komunitas mengacu kepada
suatu kumpulan populasi yang terdiri dari spesies yang berlainan yang menempati
daerah tertentu. Komunitas tidak harus merupakan daerah yang luas dengan
natabah yang beraneka dengan spesies hewannya yang sama-sama beragamnya, atau rawabakau, atau
laguna. Pada kenyataannya, komunitas dapat mempunyai ukuran berapapun, bahkan
sekecil sebuah stoples laboratorium berisi air yang mengandung bakteri, jamur
atau protozoa. Bahkan tanahnya sendiri mendukung suatu komunitas (Yanney,1990).
Beberapa ekologiawan
percaya bahwa komposisi jenis dalam komunitas mencerminkan keseimbangan, yang
sebagian besar diperantarai oleh persaingan antarjenis. Ekologiawan-ekologiawan
lain berpendapat bahwa keseimbangan demikian
jarang tercapai karena adanya berbagai gangguan dari dalam atau luar komunitas.
Karena perubahan iklim,geologi dan evolusi, tidak satu komunitas pun yang ada
dalam keseimbangan menurut skala waktunya (Ian,1991).
Ekosistem adalah
keseluruhan komunitas biotik di daerah tertentu ditambah dengan lingkungan
abiotiknya. Oleh karenanya ekosistrem mencakup keadaan fisik dan kimia berbagai
endapan, air, dan gas, dan juga organism-organismenya. Ekosistem menekankan
adanya gerakan energi dan hara (unsu-unsur kimia) diantara komponen-komponen
biotic dan abiotik dari ekosistem tersebut. Sebagian besar ekosistem
berubah-ubah dari waktu ke waktu, kadang-kadang sangat cepat. Satu aliran lava
gunung berapi yang baru akan segera dihuni oleh tumbuhan dan binatang dan dapat
berkembang menjadi sebuah hutan hujan jika iklimnya cocok (Ian,1991).
Dalam ekosistem terdapat
dua kompenen yaitu komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik berupa
organisme-organisme yang hidup pada ekosistem tersebut misalnya tumbuh-tumbuhan
dan hewan. Komponen abiotik merupakan alam tak hidup berupa suhu, angin, cahaya
matahari, air, batu dan tanah. Komponen-kompenen ekosistem ini saling
berinteraksi untuk kelangsungan ekosistem tersebut. Ekosistem beragam dalam
produktivitasnya, artinya dalam jumlah energi yang disimpan dalam benda hidup.
Heterotrof menjamin energi yang diperolehnya dari autotrof atau, bahkan lebih
jauh lagi, dan heterotrof lainnya. Lalu energy dan bahan dari organism ke
organism lain memasukkan suatu rantai makanan dan setiap mata rantainya
merupakan tinkatan trofik (Kimball,1983).
Semua rantai makanan mulai
dengan organism autrofik, yaitu organism yang melakukan fotosintesis seperti
tumbuhan hijau. Organism ini disebut produsen karena hanya mereka yang dapat
membuat makan daari bahan mentah anorganik. Setiap organism, misalnya sapi atau
belalang, yang langsung memakan tumbuhan disebut konsumen primer atau
herbivora. Karnivora seperti katak, yang memaka herbivore disebut konsumen
sekunder. Karnivora sebagaimana ular, yang memakan komponen sekunder dinamakan
konsumen tersier dan seterusnya. Kebanyakan hewan mengonsumsi makan yang
beragam dan pada gilirannya, menyediakan makan untuk berbagai makhluk lain yang
memangsanya. Jadi energy yang terdapat dari hasil bersih dari produsen itu
berlalu kedalam jaring-jaring makanan. Jarring-jaring makanan adala kumpulan
berberapa rantai makanan yang membentuk skema (Kimball,1983).
Secara umum faktor-faktor
yang mempengaruhi populasi, komunitas, dan ekosistem adalah komponen biotic dan
abiotik pada biosfer. Ketika populasi manusia tumbuh hingga mencapai suatu
jumlah yang sangat besar, aktivitas dan kemampuan teknologi kita dalam satu dan
lain hal telah mengganggu dinamika sebagian besar ekosistem. Bahkan saat kita
masih belum secara sempurna merusak suatu sistem alamiah, tindakan kita telah
mengganggu struktur trofik, aliran energi, dan siklus kimia ekosistem pada
sebagian besar wilayah dan daerah di dunia ini
(Zainal,2007).
BAB III
METODE PERCOBAAN
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan populasi, komunitas,
dan ekosistem adalah kalkulator dan alat tulis menulis.
III.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah kertas
grafik.
III.3 Cara Kerja
Cara kerja percobaan ini adalah :
A. Pertumbuhan Populasi
Prosedur kerja percobaan ini adalah:
1. Model 1
Mengumpamakan di suatu pulau pada tahun 2012 dihuni oleh 10 burung gereja
(5 pasang jantan dan betina).
Asumsi I :
Setiap musim bertelur, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan,
selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina.
Asumsi II :
Setiap tahun semua tertua (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur
berikutnya.
Asumsi III :
Setiap tahun semua keturuna hidup sampai pada musim bertelur berikutnya. (Dalam
keadaan sebenarnya beberapa tertua akan hidup dan beberapa keturunannya akan mati.
Asumsi I dan III akan saling memberikan suatu keadaan yang seimbang, sehingga
akan mengurangi perbedaan antara model yang dibuat dengan keadaaan sebenarnya).
Asumsi IV :
Selama pengamatan tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau
tersebut.
Setelah itu menghitung pertumbuhan populasi pada tahun 2012 sampai 2016
kemudian menggambar grafik pertumbuhannya pada kertas grafik.
2. Model 2
Mengumpamakan di suatu pulau pada tahun 2012 dihuni oleh 10 burung gereja
(5 pasang jantan dan betina).
Asumsi I : Setiap musim bertelur, setiap pasang burung gereja menghasilkan
10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina.
Asumsi II : Setiap tahun dua perlima dari tertua (jantan dan betina
jumlahnya sama) masih dapat mempunyai keturunan lagi untuk kedua kalinya, baru
kemudian mati.
Asumsi III :
Setiap tahun semua keturuna hidup sampai pada musim bertelur berikutnya. (Dalam
keadaan sebenarnya beberapa tertua akan hidup dan beberapa keturunannya akan
mati. Asumsi I dan III akan saling memberikan suatu keadaan yang seimbang,
sehingga akan mengurangi perbedaan antara model yang dibuat dengan keadaaan
sebenarnya).
Asumsi IV :
Selama pengamatan tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau
tersebut.
Setelah itu menghitung pertumbuhan populasi pada tahun 2012 sampai 2016
kemudian menggambar grafik pertumbuhannya pada kertas grafik.
3. Model 3
Mengumpamakan di suatu pulau pada tahun 2012 dihuni oleh
10 burung gereja (5 pasang jantan dan betina).
Asumsi I : Setiap musim bertelur, setiap pasang burung
gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina.
Asumsi II : Setiap
tahun semua tertua (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur
berikutnya.
Asumsi III : Setiap tahun dua perlima dari keturunannya
(jantan dan betina jumlahnya sama) mati sebelum musim bertelur.
Asumsi IV :
Selama pengamatan tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau
tersebut.
Setelah itu menghitung pertumbuhan populasi pada tahun 2012 sampai 2016
kemudian menggambar grafik pertumbuhannya pada kertas grafik.
4. Model 4
Mengumpamakan di suatu pulau pada tahun 2012 dihuni oleh
10 burung gereja (5 pasang jantan dan betina).
Asumsi I : Setiap musim bertelur, setiap pasang burung
gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina.
Asumsi II : Setiap tahun semua tertua (induk jantan dan
betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya.
Asumsi III : Setiap tahun semua keturuna hidup sampai
pada musim bertelur berikutnya. (Dalam keadaan sebenarnya beberapa tertua akan
hidup dan beberapa keturunannya akan mati. Asumsi I dan III akan saling
memberikan suatu keadaan yang seimbang, sehingga akan mengurangi perbedaan
antara model yang dibuat dengan keadaaan sebenarnya).
Asumsi IV : Setiap tahun 50 burung gereja baru (jantan
dan betina jumlahnya sama) datang ke pulau tersebut dari tempat lainnya. Tidak
ada seekor burung yang meninggalkan pulau tersebut.
Setelah itu menghitung pertumbuhan populasi pada tahun 2012 sampai 2016
kemudian menggambar grafik pertumbuhannya pada kertas grafik.
B. Hubungan antar masing-masing Spesies
Cara kerja percobaan ini adalah :
1. Menentukan tempat penelitian
2. Mengumpulkan data
3. Mengidentifikasi organisme dalam bentuk biotik dan
abiotik.
4. Membuat rantai makanan, jaring-jaring makanan dan
piramida makanan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
V.1 Hasil
V.1.1 Model Populasi
A.
Model 1
1. Tahun 2012
Asumsi I : 5
ekor
50+10 = 60 ekor(30 pasang)
Asumsi
II : 60-10 = 50 ekor(25 pasang)
Asumsi
III : 50 ekor (25 pasang)
Asumsi
IV : 50 ekor (25 pasang)
2. Tahun 2013
Asumsi I : 25
= 250 ekor
250+50
= 300 ekor(150 pasang)
Asumsi II : 300-50 = 250 ekor(125 pasang)
Asumsi III : 250 ekor(125 pasang)
Asumsi IV : 250 ekor (125 pasang)
3. Tahun 2014
Asumsi I : 125
= 1.250 ekor
1250+250 = 1.260 ekor(630 pasang)
Asumsi II : 1.500-250 = 1.250 ekor(625 pasang)
Asumsi III : 1.250 ekor (625 pasang)
Asumsi IV : 1.250 ekor (625 pasang)
4. Tahun 2015
Asumsi I : 625
= 6.250 ekor
6.250 + 1.250= 7.500 ekor (3.750 pasang)
Asumsi II : 7.500 – 1.250= 6.250 ekor (3.125 pasang)
Asumsi III : 6.250 ekor (3.125 pasang)
Asumsi IV : 6.250 ekor (3.125 pasang)
5. Tahun 2016
Asumsi I : 3.125
= 31.250 ekor
31.250 + 6.250 = 37.500ekor (18.750pasang)
Asumsi II : 37.500–6.250 = 31.250 ekor ( 15.625 pasang)
Asumsi III : 31.250 ekor (15.625 pasang)
Asumsi IV : 31.250 ekor (15.625 pasang)
B. Model 2
1.
Tahun 2012
Asumsi I : 5
= 50 ekor
50 + 10 = 60 ekor
(30 pasang)
Asumsi II :
ekor (hidup)
10 – 4 = 6 ekor
(mati)
60 – 6= 54 ekor (27
pasang)
Asumsi III : 54 ekor (27 pasang)
Asumsi IV : 54 ekor (27 pasang)
2.
Tahun 2013
Asumsi I : 27
= 270 ekor
54 – 4 = 50 ekor (25 pasang)
270 + 50 = 320 ekor (140 pasang)
Asumsi II :
= 20 ekor (hidup)
50
– 20 = 30 ekor (mati)
320
– 30 = 290 ekor (145 pasang)
Asumsi III : 290 ekor (145 pasang)
Asumsi IV : 290 ekor (145 pasang)
3.
Tahun 2014
Asumsi I : 145
= 1.450 ekor
290 - 20 = 270 ekor (135 pasang)
1.450 + 270 = 1.720 ekor (860 pasang)
Asumsi II :
= 108 ekor (hidup)
270 – 108 = 162 ekor (mati)
1.720 – 162 = 1.558 ekor (779 pasang)
Asumsi III : 1.558 ekor (779 pasang)
Asumsi IV : 1.558 ekor (779 pasang)
4.
Tahun 2015
Asumsi I : 779
= 7.790 ekor
1.558 - 108 = 1.450 ekor (725 pasang)
7.790 + 1.450 = 9.240 ekor (4.620 ekor)
Asumsi II :
= 580 ekor (hidup)
1.450 – 580 = 870 ekor (mati)
9.240 –
870 = 8.370 ekor (4.185 pasang)
Asumsi III : 8.370 ekor (4.185 pasang)
Asumsi IV : 8.370 ekor (4.185 pasang)
5.
Tahun 2016
Asumsi I : 4.185
41.850 ekor
8.370 - 580 = 7.790 ekor (3.895 pasang)
41.850 + 7.790 = 49.640 ekor (24.820
pasang)
Asumsi II :
= 3.116 ekor (hidup)
41.850
– 3.116 = 38.734 ekor (mati)
49.640 –
38.734 = 10.906
ekor (5.453 pasang)
Asumsi III : 10.906 ekor (5.453 pasang)
Asumsi IV : 10.906 ekor (5.453 pasang)
C. Model 3
1.
Tahun 2012
Asumsi I : 5
= 50 ekor
50 + 10 = 60 ekor
(30 pasang)
Asumsi
II : 60-10 = 50 ekor(25 pasang)
Asumsi
III :
= 20 ekor (mati)
50 – 20 = 30 ekor (hidup)
Asumsi IV : 30 ekor (15 pasang)
2.
Tahun 2013
Asumsi I : 15
ekor
150 + 30 = 180 ekor (90 pasang)
Asumsi II : 180 – 50 = 150 ekor (75 pasang)
Asumsi III :
ekor (mati)
150 – 60 = 90 ekor
(hidup)
Asumsi IV : 90 ekor (45 pasang)
3.
Tahun 2014
Asumsi I : 45
450
ekor
450
+ 90 = 540 ekor (270 pasang)
Asumsi II : 540 – 90 = 450 ekor (225pasang)
Asumsi III :
180 ekor (mati)
450
– 180 = 270 ekor (135 pasang)
Asumsi IV : 270 ekor (135 pasang)
4.
Tahun 2015
Asumsi I : 135
ekor
1.350 +
270 = 1.620 ekor (810 pasang)
Asumsi II : 1.620 – 270 = 1.350 ekor (675pasang)
Asumsi III :
540 ekor (mati)
1.350
– 540 = 810 ekor (hidup)
Asumsi IV : 810 ekor (405 pasang)
5.
Tahun 2016
Asumsi I : 405
ekor
4.050 + 810 = 4.860 ekor (2.430 pasang)
Asumsi II : 4.860– 810 = 4.050 ekor (2.025 pasang)
Asumsi III :
ekor (mati)
4.050 –
1.620 = 2.430 (hidup)
Asumsi IV : 2.430 ekor (1.215 pasang)
D. Model 4
1.
Tahun 2012
Asumsi
I : Asumsi I : 5
ekor
50+10 = 60 ekor(30 pasang)
Asumsi
II : 60-10 = 50 ekor(25 pasang)
Asumsi
III : 50 ekor (25 pasang)
Asumsi IV : 50 + 50 = 100 ekor (50 pasang)
2.
Tahun 2013
Asumsi I : 50
ekor
500 + 10 = 510 ekor
(255 pasang)
Asumsi II : 510 – 10 = 500 ekor (250 pasang)
Asumsi III : 500 ekor (250 pasang)
Asumsi IV : 500 + 50 = 550 ekor (275 pasang)
3.
Tahun 2014
Asumsi I : 275
= 2.750 ekor
2.750 + 10 = 2.750
ekor (1.375 pasang)
Asumsi II : 2.760 – 10 = 2.750 ekor (1.375 pasang)
Asumsi III : 2.750 ekor (1.375 pasang)
Asumsi IV : 2.750 + 50 = 2.800 ekor (1.400 pasang)
4.
Tahun 2015
Asumsi I : 1.400
14.000 ekor
14.000 + 10 = 14.010
ekor (7.005 pasang)
Asumsi II : 14.010 – 10 = 14.000 ekor (7000 pasang)
Asumsi III : 14.000 ekor (7000 pasang)
Asumsi IV : 14.000 + 50 = 14.050 ekor (7.025 pasang)
5.
Tahun 2016
Asumsi I : 7.025
= 70.250 ekor
70.250 + 10 = 70.260
ekor (35.130 pasang)
Asumsi II : 70.260 – 10 = 70.250 ekor (35.125 pasang)
Asumsi III : 70.250 ekor (35.125 pasang)
Asumsi IV : 70.250 + 50 = 70.300 ekor (35.150 pasang)
IV.1.2
Grafik Model Populasi
A. Model 1
Gambar 1. Grafik model 1
B.
Model 2
Gambar 2. Grafik model 2
C.
Model
3
Gambar 3. Grafik model 3
D.
Model
4
Gambar 4. Grafik model 4
E.
Model
5
Gambar 5. Grafik model 5
IV.1.3
Komponen Biotik dan Abiotik
A.
Komponen Biotik
Komponen
biotic dalam percobaan ini adalah :
A.
Hewan B.
Tumbuhan
- Burung -
Rumput
- Belalang -
Pohon mangga
- Kupu-kupu -
Pohon Kelapa
- Ulat bulu -
Pohon Pepaya
- Semut -
Putri malu
- Lalat -
Pohon Pandan
- Jangkrik -
Pohon Jati
- Katak -
Kembang Merak
- Kucing -
Kelor
- Ular
- kerbau
B.
Komponen
Abiotik
a. Batu
b. Udara
c. Tanah
d. Air
e. Angin
f. Suhu
IV.1.4 Rantai Makanan
Gambar 6. Rantai makanan (Rumput –
belalang – kucing – ular)
IV.1.5 Jaring-jaring
Makanan
Gambar
7. Jaring-jaring makanan
IV.1.6 Piramida Makanan
Gambar
8. Piramida makan
IV.2 Pembahasan
IV.2.1 Model Populasi
Pertumbuhan populasi
pada suatu daerah di pengaruhi oleh baberapa hal yaitu natalitas (kelahiran),
mortalitas (kematian), dan migrasi (pepindahan). Pada model 1, pertumbuhan
populasi terus meningkat setiap tahunnya. Pertumbuhan populasinya di pengaruhi
oleh mortalitas (kematian) pada seluruh induk burung gereja, dan tidak terjadi
migrasi. Pada model 2., pertumbuhan populasi dipengaruhi natalitas (kelahiran)
dan mortalitas (kematian) pada induknya . Pada keadaan ini, populasi mengalami
peningkatan jumlah yang sedikit karena mortalitas lebih tinggi daripada
natalitas, dan tidak terjadi migrasi apapun. Pada model 3, pertumbuhan populasi
dipengaruhi oleh mortalitas dan natalitas pada keturunannya. Pertumbuhan populasi pada model ini mengalami perkembangan
yang sangat pesat karena jumlah natalitas lebih tinggi daripada mortalitasnya.
Pada model 4, jumlah populasi mengalami peningkatan yang disebabkan oleh
imigrasi sebanyak 50 ekor pertahun dan tidak terjadi emigrasi, mortalitas, dan
natalitas, sehingga jumlah populasi tidak mengalami penurunan.Dari hasil akhir
yang didapatkan, faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan populasi
adalah imigrasi.
IV.2.1 Rantai Makanan
Rantai makanan adalah peristiwa makan dan dimakan
antara makhluk hidup dengan urutan tertentu. Dalam rantai makanan ada makhluk
hidup yang berperan sebagai produsen,
konsumen, dan dekomposer. Pada
percobaan ini,rantai makanan yang terjadi adalah belalang-katak-ular-jamur.
Pada rantai makanan tersebut terjadi proses makan dan dimakan dalam urutan
tertentu yaitu rumput dimakan belalang, belalang dimakan katak, katak dimakan
ular dan jika ular mati akan diuraikan oleh jamur yang berperan sebagai
dekomposer menjadi zat hara yang akan dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk tumbuh
dan berkembang.
Tiap tingkat
dari rantai makanan dalam suatu ekosistem disebut tingkat trofik. Pada tingkat
trofik pertama adalah organisme yang mampu menghasilkan zat makanan sendiri
yaitu tumbuhan hijau atau organisme autotrof dengan kata lain sering disebut
produsen. Organisme yang menduduki tingkat tropik kedua disebut konsumen primer (konsumen I). Konsumen I biasanya
diduduki oleh hewan herbivora. Organisme yang menduduki tingkat tropik ketiga
disebut konsumen sekunder (Konsumen II), diduduki oleh hewan pemakan daging
(carnivora) dan seterusnya. Organisme yang menduduki tingkat tropik tertinggi
disebut konsumen puncak.
Dengan demikian, pada rantai makanan tersebut dapat
dijelaskan bahwa :
Rumput
bertindak sebagai produsen.
Belalang
sebagai konsumen I (Herbivora)
Katak
sebagai konsumen II (Carnivora)
Ular
sebagai konsumen III/konsumen puncak (Carnivora)
Jamur sebagai dekomposer.
IV.2.2 Jaring-jaring
Makanan
Rantai makanan merupakan gambar
peristiwa makan dan dimakan yang sederhana.
Kenyataannya dalam satu ekosistem tidak hanya terdapat satu rantai
makanan, karena satu produsen tidak selalu menjadi sumber makanan bagi satu
jenis herbivora, sebaliknya satu jenis herbivora tidak selalu memakan satu
jenis produsen. Dengan demikian, di dalam ekosistem terdapat rantai makanan
yang saling berhubungan membentuk suatu jaring-jaring makanan. Jaring-jaring
makanan merupakan sekumpulan rantai makanan yang saling berhubungan.
Pada
jaring-jaring makanan biasanya terdapat dua atau lebih produsen dan konsumen.
Seperti pada jaring-jaring makanan yang ada di atas, jumlah produsen ada dua,
yaitu rumput dan pohon, konsumen I terdapat tiga hewan, yaitu ulat, belalang
dan tikus, pada konsumen II terdapat ayam dan katak, serta konsumen puncak
yaitu elang dan ular.
IV.2.3 Piramida Makanan
Sebuah ekosistem akan seimbang dan terjaga
kelestariannya apabila jumlah produsen lebih banyak daripada jumlah konsumen I,
jumlah konsumen I harus lebih banyak daripada konsumen II, dan seterusnya.
Apabila kondisi tersebut digambarkan maka akan terbentuk suatu piramida
makanan. Seumpama katak pada rantai makan di atas dihilangkan, maka kemungkinan
yang akan terjadi adalah jumlah belalang akan meningkat karena tidak ada
pemangsanya dan jumlah ular akan menurun karena ular tidak memiliki makanan
untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Yang terjadi berikutnya adalah
belalang akan banyak yang mati karena jumlah rumput tidak mencukupi kebutuhan
makan belalang yang jumlahnya semakin banyak.
Pada gambar piramida yang ada di atas, tingkat
trofik I di tempati oleh prosdusen yaitu rumput dan pepohonan, tingkat trofik
II di tempati oleh konsumen primer yaitu ulat, belalang, dan tikus, tingkat
trofik III di tempati oleh ayam dan katak, dan tingkat trofik IV di tempati
oleh konsumen puncak yaitu ular dan elang.
BAB V
PENUTUP
V.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang
telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Pertumbuhan
populasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain natalitas (kelahiran),
mortalitas (kematian), dan imigrasi.
2. Di
dalam suatu ekosistem terdapat komponen biotik (mahkluk hidup) dan komponen
abiotik (lingkungan) yang saling berhubungan untuk menjaga kesimbangan
ekosistem.
V.2 SARAN
Saran yang praktikan sampaikan pada
percobaan kali ini adalah agar laboratorium di jaga kebersihannya agar proses praktikum
berjalan dengan lancar.
DAFTAR
PUSTAKA
Zainal,
Abidin,
2007.
Ekologi.
http://www.masbiet.com.
di akses pada tanggal 17 Oktober 2012 pukul 21.25 WITA
Desmukh,
Ian, 199.
Ekologi dan Biologi
Tropi. Yayasan Obor Indonesia.
Jakarta.
Yanney,
J.E,
1990.
Ekologi Tropika.
ITB. Bandung
Kimball,
John W, 1983.
Biologi Jilid 3 Edisi
Kelim.
Erlangga. Jakarta
Riza,
2009.
Ekosistem. http://oryza-sativa.blogspot.com. di
akses pada tanggal 17 Oktober 2012 pukul 21.30 WITA
Langganan:
Postingan (Atom)