Senin, 03 Desember 2012


PERTEMUAN III

SUB – POKOK BAHASAN

DOSA DAN PENDERITAAN

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

1.   Peserta Bina Katekisasi mengetahui, bahwa perbuatan berdosa itu lahir dari hati dan pikiran yang tidak setia mengasihi serta tidak taat memberlakukan firman Tuhan.
2.   Peserta Bina Katekisasi mengerti, bahwa akibat pelanggarannya terhadap Firman Tuhan, maka ia akan mengalami penderitaan jasmani dan rohani.
3.   Peserta Bina Katekisasi memahami, bahwa ia dapat menikmati kebahagiaan, jikalau ia rajin dan tekun bersekutu (bergaul akrab) dengan Allah.
PENDAHULUAN

Acapkali kita mencari jawaban atas masalah penderitaan yang dialami, meskipun telah bekerja keras untuk melepaskan diri dan atau sekurang-kurangnya telah berusaha menghindarinya. Mengertikah anda, kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Ip-Tek) bertujuan membangun kesejahteraan sosial bagi manusia dan alam semesta ? Ip-Tek telah banyak membantu manusia keluar dari penderitaan; akan tetapi bersamaan dengan kemajuannya, makin banyak persoalan yang tidak dapat terselesaikan tuntas. Lalu kita tiba pada sebuah kesimpulan sementara : Apakah ada kekeliruan pada peradaban yang dihasilkan, sehingga keadaan manusia yang menderita tidak berubah ?

SEJARAH KEBUDAYAAN DAN PERADABANSepanjang pertumbuhan dan perkembangan peradaban (sejak zaman Menara Babel -> Kej. 10: 1 – 9) kita menyaksikan, manusia telah berusaha semaksimalnya untuk mengatasi kesulitan hidup, namun sampai hari ini penderitaan tidak pernah tertuntaskan. Demikianpun globalisasi di bidang ekonomi belum mampu menjawab kebutuhan manusia. Malahan pesatnya globalisasi telah melumpuhkan beberapa fungsi kehidupan manusia yang paling subtansial. Persoalannya : bagaimanakah orang Kristen membijaki dan menyikapi persoalan kemanusiaan ini ?

KESAKSIAN ALKITAB TENTANG DOSA.


A.  Sumber Dosa.
1.  Dosa tidak berasal dari Allah. Ia bersumber dalamhati manusia (Yes. 29:13; bd. Yer.12:2; Mat. 13:15; Kis. 28:27 -> “Tuhan telah berfirman: ‘Oleh karena bangsa ini datang mendekat dengan mulutnya dan memuliakan Aku dengan bibirnya, padahalHati-nya jauh dari pada-Ku’; bd. Yer. 4:14 -> “Bersihkanlah Hati-mu dari kejahatan”; ). Jika kita menemukan istilah hati dalam tulisan-tulisan Alkitab, maka hal itu bukan bertujuan menunjuk pada organ biologis, melainkan pada kehidupan dalam atau bathin manusia (inner-life yang berhubungan dengan aktivitas emosionalfeelingperasaanintelektual / akalbudispiritual,mentalitas, motivasi, kesadaran, hati-nurani dan suara hati, keinginan nafsiah, pengenalan diri, dan lain-lain sejenisnya; bd. Luk. 6:45 –> “Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari dalam hatinya yang baik, dan orang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat. Karena yang diucapkan mulutnya, keluar dari hatinya”; lih. Jg. Yoh. 7:38).

2.    HATI MANUSIA CENDERUNG LICIK DAN BERPIKIRAN JAHAT.

2.1. HATI CENDERUNG LICIK (Aspek Afektif)

a). Nabi Yeremia (17:9-10) berpendapat, bahwa perilaku manusia yang jahat itu lahir dari hati. Katanya : “Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hati-ya sudah membatu : siapakah yang dapat mengetahuinya ? Tuhan, yang menyelidiki hati, yang mengujibathin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan perbuatannya” (bd. Zak. 7:12 -> “Mereka membuat HATI mereka keras seperti batu amril…”).

b). Tuhan Yesus pun menyatakan demikian : “Kamu telah mendengar firman : Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu : Setiap orang yangmemandang perempuan danmenginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya” (Mat. 5:27-28; bd. Mrk. 6:52). 

c). Paulus, rasul kepada bangsa-bangsa non-israeli, menuliskan : “Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan hati-Nya ? Tidakkah engkau tahu bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan ? Tetapi oleh ketegaran hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka Allah atas dirimu sendiri…” -> Rom. 2:4-5). 

2.2. CENDERUNG  BERPIKIR JAHAT (Aspek Koqnitif).

         Alkitab memberi kesaksian, bahwa kejatuhan manusia ke dalam dosa disebabkan pikiran manusia jahat dan cenderung melawan Allah.   

a). Karena fasik memuji-muji keinginan hatinya, dan orang-orang loba mengutuki dan menista TUHAN. Kata orang fasik itu dengan batang hidungnya ke  atas : “Allah tidak akan menuntut ! Tidak  ada  Allah !”, itulah seluruhpikirannya (Maz. 10:3-4). 

b). TUHAN memandang dari sorga kepada anak-anak manusia, untuk melihat apakah mereka berakalbudi dan yang mencari Allah. Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak (Maz. 14: 2 – 3).

c). Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata : “Mengapa kamumemikirkan hal-hal yang jahat dalam hatimu” (Mat. 9:4; bd. 16:3).

d).`Berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus : “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia” (Mrk. 8:33).

e). … aku berkata keada setiap orang di antara kamu. Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang lebih tinggidari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah kamu berpikir begitu rupa, menguasai diri menurut ukuran iman…” (Rom. 12:3).
    
2.3.  HATI DAN PIKIRAN YANG JAHAT MELAHIRKAN PERBUATAN BERDOSA

Hati dan akalbudi yang cenderung pada kejahatan akan mempengaruhi manusia, sehingga ia melakukan kejahatan. Rasul Paulus menuliskan : “Tidak ada yag benar, seorangpun tidak. Tidak ada yang berakalbudi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak !” (Rom. 3:10 -12 -> bd. Maz. 14:2 – 3 -> “TUHAN memandang dari sorga kepada anak-anak manusia, untuk melihat apakah mereka berakalbudi dan yang mencari Allah. Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak”). 

Bertolak dari kesaksian Alkitab (Maz. 14 : 2 – 3 -> “Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak”; bd. Rom. 3 : 10 – 12 -> “mereka semua tidak berguna”), kita dapat menarik kesimpulan, bahwa setelah manusia jatuh ke dalam dosa (Kej. 3), seluruh subtansi dan eksistensinya pun berdosa. Tidak ada pikiran dan tidak ada hati yang baik di dalamnya. Para penulis Alkitab tidak lagi menyoroti manusia sebagaimana Kejadian 1 – 2; akan tetapi pernyataan-pernyataan tentang pikiran (konisi) dan penghayatan (afeksi) yang jahat dan berdosa itu telah membuahkan perilaku ibadah yang menyimpang / menyeleweng dan melanggar kehendak Allah. 

3.  KEHENDAK BEBAS ( Free-will )

     Saya mengulangi kembali pernyataan ini :seluruh kesaksian Alkitab menyoroti keadaan manusia setelah kejatuhan ke dalam dosa (realitas / fenomena kehidupan sesudah kejatuhan). Para penulis Alkitab kurang memberikan informasi tentang keadaan manusiasebelum jatuh ke dalam dosa. Mereka bercerita tentang sebuah realitas yang pasti, yakni : fenomena kehidupan manusia berdosa yang menjalankan pekerjaan Allah (Missio Dei). 

     Di sinilah kita perlu mengerti pemahaman Ionanes Calvin (dan teologi Calvinis) yang bertolak dari pernyataan Raja Daud (Maz. 14 : 2 – 3) dan Rasul Paulus (Rom. 3 : 10 – 12) tentang kehendak bebas (free – will), bahwa kehendak bebas manusia pun ternodai dosa : “Mereka semua telah menyeleweng, semuanya telah bejat, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak. … mereka semua tidak berguna”. 

4.   KETIDAK BERSALAHAN MANUSIA : Perihal Bencana Alam (Natural Disaster)

     Memang benar !, ada peristiwa / kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia berdosa, seperti : bencana alam (tsunami, gempa bumi). Kejadian seperti ini tidak dapat dihubungkan dengan dosa manusia. Ia merupakan peristiwa alami (natural disaster). Ia juga tidak dapat dikatakan sebagai hukuman Allah. Dengan kata lain, tsunami, gempa bumi dan hal-hal yang terkait dengan kejadian alam bukanlah sesuatu yang terjadi oleh ulah manusia berdosa. 

5.  KEBERDOSAAN MANUSIA : Perihal Banjir Melanda Kota

Banjir terjadi akibat dosa manusia. Perihal banjir yang melanda kota-kota besar dapat digolongkan ke dalam akibat dari dosa manusia. Mengapa ? Manusia berada lingkungan alam (ekosistem). Ia memiliki pengalaman : ada musim penghujan dan ada musim kemarau. Perubahan cuaca dan pergantian musim

1. Penataan Lingkungan Hidup Pekotaan. Ia pernah mengalami banjir dalam lingkungan hidup pekotaan. Ia mengtetahui, bahwa akibat pengembangan kota, maka penataan ruang drainase perlu dikembangkan, jika tidak  demikian, maka banjir akan mengancam kehidupannya. 

2.  Tanggungjawab Manusia (Kej. 2:15 -> “TUHANAllah menempatkan mnusia untuk memelihara dan mengusahakan taman itu”). TUHAN Allah memberi akalbudi, agar manusia menguasai dan menaklukkan alam (Kej. 1:28 -> … kuasailah dan taklukkanlah bumi). Oleh karena itu, pengolahan hasil bumi harus diikuti oleh penatalolaan fungsi alam secara baik dan benar. Jika tidak demikian, maka alam akan menjadi ancaman yang mematikan kehidupan manusia. Dan, hal itu merupakan tanggungjwab dari perbuatan manusia berdosa. 

Di sinilah kita perlu memahami ucapan Yesus : “Beritakanlah Injil kepada kepadasegala makluk” (Mrk. 16:15). Istilah “segala makhluk” mengandung makna luas mencakup sesama ciptaan, yakni : seluruh ciptaan Allah dalam ekosistem kehidupan. (Kej. 1 : 1 – 27).  Injil adalah kabar baik yang dianugerahkan Allah ke atas kehidupan seluruh ciptaan. Ketika jatuh ke dalam dosa, seluruh alam ciptaan pun mengalami akibat langsung maupun tidak langsung dari pikiran dan tindakan  manusia berdosa. Kejatuhan manusia ke dalam dosa telah mengakibatkan manusia tidak lagi mengerti dan memahami tujuan Allah membangun alam semesta, karena ia diusir dari taman (Kej. 3 : 22 – 24). Keadaan terasing dari Allah amat mempengaruhi pikiran manusia untuk merencanakan pengolahan (eksplorasi) sumber daya alam. 

Banjir yang terjadi dalam wilayah pekotaan adalah akibat dari : a). Ulah penduduk kota yang membuang sampah sembarangan; b). Pengolahan (Kej. 2:15 -> pengusahaan) hasil hutan tanpa melakukan konversi (usaha reboisasi) serta memberikan kesempatan kepada hutan dan membantunya berdaur ulang; c). Sistem pemerintahan yang terkait dengan fungsi penataan (perencanaan) kota kurang berjalan baik. Dalam kasus ini, banjir terjadi akibat dosa manusia dan dosa institusi pemerintah.

TUGAS – TUGAS UNTUK DIDISKUSIKAN

1.    Mengapa manusia menderita ?

2.    Apakah pndangan Alkitab tentang tsunami ?

3.    Bagaimanakah pandangan dan sikap anda sebagai warga kota, jika anda diserahi tanggungjawab dan wewenang untuk membangun lingkungan hidup ?

Kamis, 08 November 2012

laporan Ekosistem



LAPORAN PRAKTIKUM
BIOLOGI DASAR

PERCOBAAN V
POPULASI, KOMUNITAS, DAN EKOSISTEM

NAMA                     :  FEYDRI FERDITHA DERA
NIM                         :  H21112275
HARI/TANGGAL :  SENIN/15 OKTOBER 2012
KELOMPOK         :  IV (EMPAT)
                              ASISTEN                :  RR. DYAH RORO ARIWULAN


LABORATORIUM BIOLOGI DASAR
UNIT PELAKSANA TEKNIS MATA KULIAH UMUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012  
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan di muka bumi ini, manusia mempelajari tentang individu, populasi, komunitas, ekosistem dan lain sebagainya. Ilmu yang mempelajari tentang populasi,komunitas, dan ekosistem disebut ekologi (yanney,1990)
Individu adalah organisme tunggal atau satu makhluk hidup. Jasad satu per satu, apakah itu manusia, tumbuhan atau hewan, secara genetik merupakan suatu wujud yang seragam. Setiap individu memiliki perbedaan dan ciri khas sendiri. Bersama-sama dengan lingkungannya yang terbatas individu jasad itu membentuk satuan ekologi. Faktor lingkungan indvidu dapat mempengaruhi fisiologisnya, seperti misalnya penyediaan energi dan bahan mentah ( Yanney,1990).
Populasi adalah kumpulan individu sejenis yang hidup pada suatu daerah dan waktu tertentu. Contoh populasi dapat berupa populasi rumput, populasi ikan, populasi kepiting, popuasi kerang, populasi sumpil, populasi padi, populasi tikus, populasi ular, dan lain-lain. Antara populasi yang satu dengan populasi lain selalu terjadi interaksi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam komunitasnya (Riza,2009).
Sekolompok populasi dari berbagai jenis yang hidup pada suatu daerah tertentu disebut komunitas. Komunitas dapat mencakup semua populasi di daerah tertentu, misalnya semua tumbuhan, hewan, dan jasad renik atau mungkin didefenisikan lebih sempit lagi sebagai suatu kelompok tertentu seperti komunitas paku atau komunitas burung pemakan biji ( Ian,1991).
Antara komunitas dan lingkungannya selalu terjadi interaksi, ini menciptakan kesatuan ekologi yang disebut ekosistem. Contoh dari wujud ekosistem di sekitar kita salah satunya adalah ekosistem perairan seperti sungai, danau atau laut dan ekosistem darat seperti ekosistem sawah ataupun kebun. Contoh-contoh tersebut dapat dikatakan sebagai ekosistem karena memiliki komponen-komponen ekosistem yang mempunyai hubungan timbal balik satu dengan yang lainnya (Riza,2009).
I.2 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan dari praktikum Populasi, Komunitas, dan Ekosistem adalah :
1. Menggunakan model untuk meneliti bagaimana suatu populasi dapat tumbuh.
2.   Mempelajari suatu komunitas dengan mengumpulkan data sebanyak mungkin dan memeriksa hubungan antara masing-masing spesies agar dapat mengetahui ukuran mana yang paling penting untuk mengetahui struktur komunitas.
I.3 Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan Populasi, Komunitas, dan Ekosistem dilakukan pada hari Senin, 15 Oktober 2012, pukul 14.00-17.00 WITA, bertempat di Laboratorium Biologi Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan pengambilan data di kebun pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Populasi terbentuk dari kelompok individu dengan spesies yang sama atau kelompok yang terbiak antar kadang. Karena spesies itu kebersamaannya sebagai kelompok terpelihara oleh pembiakan antar-kadang,dengan pertukaran gen atau faktor keturunannya, maka spesies tersebut dikatakan mempunyai kelompok gen yang sama. Spesies itu mungkin membentuk kelompok nisbi terpisah-pisah yang terdiri dari populasi setempat. Spesies yang sama itu bisa saja memiliki lebih dari satu populasi setempat yang masing-masing telah menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Perbedaan yang kecil dalam penyesuaian setempat antar populasi merupakan dasar untuk seleksi alam dan untuk perubahan secara evolusi  (Yanney, 1990)
Populasi organisme pada suatu daerah tidaj akan tetap dari waktu ke waktu berikutnya. Jika jumlaah populasi suatu jenis berubah, kepadatan populasinya juga akan berubah. Ada beberapa hal yang mempengaruhi perubahan kepadatan populasi organisme pada suatu daerah yaitu (Riza,2009) :
1. Natalitas ( Angka Kelahiran)
Natalitas atau angka kelahiran adalah angka yang menunjukkan jumlah individu baru yang menyebabkan populasi bertambah per satuan waktu. Dengan demikan, meningkatnya natalitas merupakan faktor pendorong meningkatnya pertumbuhan populasi.


2.   Mortalitas

Mortalitas atau angka kematian adalah angka yang menunjukkan jumlah pengurangan individu per satuan waktu. Terjadinya kematian merupakan salah satu faktor utama yang mengontrol ukuran suatu populasi. Apabila natalitas lebih besar dari pada mortalitas, pertumbuhan populasinya meningkat. Apabila natalitas lebih kecil dari pada mortalitas, pertumbuhan populasinya menurun.
3.   Migrasi (Imigtasi dan Emigrasi)
Migrasi adalah kedatangan individu baru dari tempat lain, sedangkan emigrasi adaalah kepergian/ pindah ke tempat lain. Apabila luas suatu daerah tetap dan jumlahnya individu yang datang lebih besar daripada yang pergi maka kepadatan populasi akan mengecil. Pada suatu daerah yang tersedia cukup ruang dan makanan akan cenderung mendorong bertambahnya jumlah individu. Hal itu akan meningkatkan jumlah populasi sekaligus meningkatkan kepadatan populasi. Meningkatnya jumlah populasi organisme pada suatu daerah akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan populasi. Pertumbuhan populasi akan terus berlangsung selama lingkungan mampu menunjang kehidupan. Apabila populasi sudah mencapai titik maksimum atau melebihi daya dukung lingkungan akan menurun.
Populasi organisme pada suatu ekosistem senantiasa mengalami perubahan. Perubahan tersebut ada yang tampak jelas dan ada pula yang tidak jelas. Pada ekosistem darat, ada beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan populasi, di antaranya adalah (Zainal,2007) :


1.   Perubahan suhu
 Setiap organisme hanya dapat hidup dengan baik pada suhu tertentu. Apabila suhu lingkungannya berubah lebih tinggi atau lebih rendah dari pada suhu yang diperlukan, akan menimbulkan gangguan kehidupan organisme tersebut. Hal itu terbukti dengan adanya migrasi hewan yang hidup pada daerah yang mengalami pergantian iklim, yaitu di daerah subtropis.
2.   Kadar air tanah dan curah hujan
 Tidak ada satu pun jenis makhluk hidup yang tidak memerlukan air untuk aktivitas kehidupannya. Oleh karena itu, perubahan kadar air dalam tanah akan mempengaruhi peri kehidupan tumbuhan dan organisme lain yang hidup di atasnya. Hal itu dapat kita perhatikan pada alam sekitar kita, yaitu pada musim kemarau dan musim hujan. Pada musim kemarau daun-daun pohon berguguran dan rumput-rumput mati. Pada musim hujan daun-daun pohon tumbuh subur dan rerumputan pun tampak menghijau. Perubahan populasi tumbuhan tersebut akibatnya juga akan berpengaruh pada perikehidupan serta populasi hewan yang ada di tempat tersebut.
Komunitas mengacu kepada suatu kumpulan populasi yang terdiri dari spesies yang berlainan yang menempati daerah tertentu. Komunitas tidak harus merupakan daerah yang luas dengan natabah yang beraneka dengan spesies hewannya yang  sama-sama beragamnya, atau rawabakau, atau laguna. Pada kenyataannya, komunitas dapat mempunyai ukuran berapapun, bahkan sekecil sebuah stoples laboratorium berisi air yang mengandung bakteri, jamur atau protozoa. Bahkan tanahnya sendiri mendukung suatu komunitas (Yanney,1990).
Beberapa ekologiawan percaya bahwa komposisi jenis dalam komunitas mencerminkan keseimbangan, yang sebagian besar diperantarai oleh persaingan antarjenis. Ekologiawan-ekologiawan lain berpendapat  bahwa keseimbangan demikian jarang tercapai karena adanya berbagai gangguan dari dalam atau luar komunitas. Karena perubahan iklim,geologi dan evolusi, tidak satu komunitas pun yang ada dalam keseimbangan menurut skala waktunya (Ian,1991).
Ekosistem adalah keseluruhan komunitas biotik di daerah tertentu ditambah dengan lingkungan abiotiknya. Oleh karenanya ekosistrem mencakup keadaan fisik dan kimia berbagai endapan, air, dan gas, dan juga organism-organismenya. Ekosistem menekankan adanya gerakan energi dan hara (unsu-unsur kimia) diantara komponen-komponen biotic dan abiotik dari ekosistem tersebut. Sebagian besar ekosistem berubah-ubah dari waktu ke waktu, kadang-kadang sangat cepat. Satu aliran lava gunung berapi yang baru akan segera dihuni oleh tumbuhan dan binatang dan dapat berkembang menjadi sebuah hutan hujan jika iklimnya cocok (Ian,1991).
Dalam ekosistem terdapat dua kompenen yaitu komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik berupa organisme-organisme yang hidup pada ekosistem tersebut misalnya tumbuh-tumbuhan dan hewan. Komponen abiotik merupakan alam tak hidup berupa suhu, angin, cahaya matahari, air, batu dan tanah. Komponen-kompenen ekosistem ini saling berinteraksi untuk kelangsungan ekosistem tersebut. Ekosistem beragam dalam produktivitasnya, artinya dalam jumlah energi yang disimpan dalam benda hidup. Heterotrof menjamin energi yang diperolehnya dari autotrof atau, bahkan lebih jauh lagi, dan heterotrof lainnya. Lalu energy dan bahan dari organism ke organism lain memasukkan suatu rantai makanan dan setiap mata rantainya merupakan tinkatan trofik (Kimball,1983).
Semua rantai makanan mulai dengan organism autrofik, yaitu organism yang melakukan fotosintesis seperti tumbuhan hijau. Organism ini disebut produsen karena hanya mereka yang dapat membuat makan daari bahan mentah anorganik. Setiap organism, misalnya sapi atau belalang, yang langsung memakan tumbuhan disebut konsumen primer atau herbivora. Karnivora seperti katak, yang memaka herbivore disebut konsumen sekunder. Karnivora sebagaimana ular, yang memakan komponen sekunder dinamakan konsumen tersier dan seterusnya. Kebanyakan hewan mengonsumsi makan yang beragam dan pada gilirannya, menyediakan makan untuk berbagai makhluk lain yang memangsanya. Jadi energy yang terdapat dari hasil bersih dari produsen itu berlalu kedalam jaring-jaring makanan. Jarring-jaring makanan adala kumpulan berberapa rantai makanan yang membentuk skema (Kimball,1983).
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi populasi, komunitas, dan ekosistem adalah komponen biotic dan abiotik pada  biosfer. Ketika populasi manusia tumbuh hingga mencapai suatu jumlah yang sangat besar, aktivitas dan kemampuan teknologi kita dalam satu dan lain hal telah mengganggu dinamika sebagian besar ekosistem. Bahkan saat kita masih belum secara sempurna merusak suatu sistem alamiah, tindakan kita telah mengganggu struktur trofik, aliran energi, dan siklus kimia ekosistem pada sebagian besar wilayah dan daerah di dunia ini (Zainal,2007).


BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan populasi, komunitas, dan ekosistem adalah kalkulator dan alat tulis menulis.
III.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah kertas grafik.
III.3 Cara Kerja
Cara kerja percobaan ini adalah :
A. Pertumbuhan Populasi
Prosedur kerja percobaan ini adalah:
1. Model 1
Mengumpamakan di suatu pulau pada tahun 2012 dihuni oleh 10 burung gereja (5 pasang jantan dan betina).
Asumsi I : Setiap musim bertelur, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina.
Asumsi II : Setiap tahun semua tertua (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya.
Asumsi III : Setiap tahun semua keturuna hidup sampai pada musim bertelur berikutnya. (Dalam keadaan sebenarnya beberapa tertua akan hidup dan beberapa keturunannya akan mati. Asumsi I dan III akan saling memberikan suatu keadaan yang seimbang, sehingga akan mengurangi perbedaan antara model yang dibuat dengan keadaaan sebenarnya).
Asumsi IV : Selama pengamatan tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut.
Setelah itu menghitung pertumbuhan populasi pada tahun 2012 sampai 2016 kemudian menggambar grafik pertumbuhannya pada kertas grafik.
2. Model 2
Mengumpamakan di suatu pulau pada tahun 2012 dihuni oleh 10 burung gereja (5 pasang jantan dan betina).
Asumsi I : Setiap musim bertelur, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina.
Asumsi II : Setiap tahun dua perlima dari tertua (jantan dan betina jumlahnya sama) masih dapat mempunyai keturunan lagi untuk kedua kalinya, baru kemudian mati.
Asumsi III : Setiap tahun semua keturuna hidup sampai pada musim bertelur berikutnya. (Dalam keadaan sebenarnya beberapa tertua akan hidup dan beberapa keturunannya akan mati. Asumsi I dan III akan saling memberikan suatu keadaan yang seimbang, sehingga akan mengurangi perbedaan antara model yang dibuat dengan keadaaan sebenarnya).
Asumsi IV : Selama pengamatan tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut.
Setelah itu menghitung pertumbuhan populasi pada tahun 2012 sampai 2016 kemudian menggambar grafik pertumbuhannya pada kertas grafik.
3. Model 3
Mengumpamakan di suatu pulau pada tahun 2012 dihuni oleh 10 burung gereja (5 pasang jantan dan betina).
Asumsi I : Setiap musim bertelur, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina.
Asumsi II : Setiap tahun semua tertua (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya.
Asumsi III : Setiap tahun dua perlima dari keturunannya (jantan dan betina jumlahnya sama) mati sebelum musim bertelur.
Asumsi IV : Selama pengamatan tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut.
Setelah itu menghitung pertumbuhan populasi pada tahun 2012 sampai 2016 kemudian menggambar grafik pertumbuhannya pada kertas grafik.
4.   Model 4
Mengumpamakan di suatu pulau pada tahun 2012 dihuni oleh 10 burung gereja (5 pasang jantan dan betina).
Asumsi I : Setiap musim bertelur, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan, selalu 5 ekor jantan dan 5 ekor betina.
Asumsi II : Setiap tahun semua tertua (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya.
Asumsi III : Setiap tahun semua keturuna hidup sampai pada musim bertelur berikutnya. (Dalam keadaan sebenarnya beberapa tertua akan hidup dan beberapa keturunannya akan mati. Asumsi I dan III akan saling memberikan suatu keadaan yang seimbang, sehingga akan mengurangi perbedaan antara model yang dibuat dengan keadaaan sebenarnya).
Asumsi IV : Setiap tahun 50 burung gereja baru (jantan dan betina jumlahnya sama) datang ke pulau tersebut dari tempat lainnya. Tidak ada seekor burung yang meninggalkan pulau tersebut.
Setelah itu menghitung pertumbuhan populasi pada tahun 2012 sampai 2016 kemudian menggambar grafik pertumbuhannya pada kertas grafik.
B.  Hubungan antar masing-masing Spesies
Cara kerja percobaan ini adalah :
1.   Menentukan tempat penelitian
2.   Mengumpulkan data
3.   Mengidentifikasi organisme dalam bentuk biotik dan abiotik.
4.   Membuat rantai makanan, jaring-jaring makanan dan piramida makanan.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
V.1 Hasil
V.1.1 Model Populasi
A. Model 1
1. Tahun 2012
Asumsi I : 5  ekor
50+10 = 60 ekor(30 pasang)
Asumsi II : 60-10 = 50 ekor(25 pasang)
Asumsi III : 50 ekor (25 pasang)
Asumsi IV : 50 ekor (25 pasang)
2.   Tahun 2013
Asumsi I : 25  = 250 ekor
250+50 = 300 ekor(150 pasang)
Asumsi II : 300-50 = 250 ekor(125 pasang)
Asumsi III : 250 ekor(125 pasang)
Asumsi IV : 250 ekor (125 pasang)
3.   Tahun 2014
Asumsi I : 125  = 1.250 ekor
1250+250 = 1.260 ekor(630 pasang)
Asumsi II : 1.500-250 = 1.250 ekor(625 pasang)
Asumsi III : 1.250 ekor (625 pasang)
Asumsi IV : 1.250 ekor (625 pasang)

4.   Tahun 2015
Asumsi I : 625  = 6.250 ekor
6.250 + 1.250= 7.500 ekor (3.750 pasang)
Asumsi II : 7.500 – 1.250= 6.250 ekor (3.125 pasang)
Asumsi III : 6.250 ekor (3.125 pasang)
Asumsi IV : 6.250 ekor (3.125 pasang)
5.   Tahun 2016
Asumsi I : 3.125  = 31.250 ekor
31.250 + 6.250 = 37.500ekor (18.750pasang)
Asumsi II : 37.5006.250 = 31.250 ekor ( 15.625 pasang)
Asumsi III : 31.250 ekor (15.625 pasang)
Asumsi IV : 31.250 ekor (15.625 pasang)
B.  Model 2
1.   Tahun 2012
Asumsi I : 5  = 50 ekor
50 + 10 = 60 ekor (30 pasang)
Asumsi II :  ekor (hidup)
10 – 4 = 6 ekor (mati)
60 – 6= 54 ekor (27 pasang)
Asumsi III : 54 ekor (27 pasang)
Asumsi IV : 54 ekor (27 pasang)
2.   Tahun 2013
Asumsi I : 27  = 270 ekor
54 – 4 = 50 ekor (25 pasang)
270 + 50 = 320 ekor (140 pasang)
Asumsi II :  = 20 ekor (hidup)
50 – 20 = 30 ekor (mati)
320 – 30 = 290 ekor (145 pasang)
Asumsi III : 290 ekor (145 pasang)
Asumsi IV : 290 ekor (145 pasang)
3.   Tahun 2014
Asumsi I : 145  = 1.450 ekor
290 - 20 = 270 ekor (135 pasang)
1.450 + 270 = 1.720 ekor (860 pasang)
Asumsi II :  = 108 ekor (hidup)
270 – 108 = 162 ekor (mati)
1.720162 = 1.558 ekor (779 pasang)
Asumsi III : 1.558 ekor (779 pasang)
Asumsi IV : 1.558 ekor (779 pasang)
4.   Tahun 2015
Asumsi I : 779  = 7.790 ekor
1.558 - 108 = 1.450 ekor (725 pasang)
7.790 + 1.450 = 9.240 ekor (4.620 ekor)
Asumsi II :  = 580 ekor (hidup)
1.450580 = 870 ekor (mati)
9.240870 = 8.370 ekor (4.185 pasang)
Asumsi III : 8.370 ekor (4.185 pasang)
Asumsi IV : 8.370 ekor (4.185 pasang)
5.   Tahun 2016
Asumsi I : 4.185  41.850 ekor
8.370 - 580 = 7.790 ekor (3.895 pasang)
41.850 + 7.790 = 49.640 ekor (24.820 pasang)
Asumsi II :  = 3.116 ekor (hidup)
41.850 – 3.116 = 38.734 ekor (mati)
49.64038.734 = 10.906 ekor (5.453 pasang)
Asumsi III : 10.906 ekor (5.453 pasang)
Asumsi IV : 10.906 ekor (5.453 pasang)
C. Model 3
1.   Tahun 2012
Asumsi I : 5  = 50 ekor
50 + 10 = 60 ekor (30 pasang)
Asumsi II : 60-10 = 50 ekor(25 pasang)
Asumsi III :  = 20 ekor (mati)
50 – 20 = 30 ekor (hidup)
Asumsi IV : 30 ekor (15 pasang)
2.   Tahun 2013
Asumsi I : 15  ekor
150 + 30 = 180 ekor (90 pasang)
Asumsi II : 180 – 50 = 150 ekor (75 pasang)
Asumsi III :  ekor (mati)
150 – 60 = 90 ekor (hidup)
Asumsi IV : 90 ekor (45 pasang)
3.   Tahun 2014
Asumsi I : 45 450 ekor
450 + 90 = 540 ekor (270 pasang)
Asumsi II : 540 – 90 = 450 ekor (225pasang)
Asumsi III :  180 ekor (mati)
450 – 180 = 270 ekor (135 pasang)
Asumsi IV : 270 ekor (135 pasang)
4.   Tahun 2015
Asumsi I : 135  ekor
1.350 + 270 = 1.620 ekor (810 pasang)
Asumsi II : 1.620270 = 1.350 ekor (675pasang)
Asumsi III :  540 ekor (mati)
1.350 – 540 = 810 ekor (hidup)
Asumsi IV : 810 ekor (405 pasang)
5.   Tahun 2016
Asumsi I : 405  ekor
4.050 + 810 = 4.860 ekor (2.430 pasang)
Asumsi II : 4.860810 = 4.050 ekor (2.025 pasang)
Asumsi III :  ekor (mati)
4.050 – 1.620 = 2.430 (hidup)
Asumsi IV : 2.430 ekor (1.215 pasang)
D. Model 4
1.   Tahun 2012
Asumsi I : Asumsi I : 5  ekor
50+10 = 60 ekor(30 pasang)
Asumsi II : 60-10 = 50 ekor(25 pasang)
Asumsi III : 50 ekor (25 pasang)
Asumsi IV : 50 + 50 = 100 ekor (50 pasang)
2.   Tahun 2013
Asumsi I : 50  ekor
500 + 10 = 510 ekor (255 pasang)
Asumsi II : 510 – 10 = 500 ekor (250 pasang)
Asumsi III : 500 ekor (250 pasang)
Asumsi IV : 500 + 50 = 550 ekor (275 pasang)
3.   Tahun 2014
Asumsi I : 275  = 2.750 ekor
2.750 + 10 = 2.750 ekor (1.375 pasang)
Asumsi II : 2.760 – 10 = 2.750 ekor (1.375 pasang)
Asumsi III : 2.750 ekor (1.375 pasang)
Asumsi IV : 2.750 + 50 = 2.800 ekor (1.400 pasang)
4.   Tahun 2015
Asumsi I : 1.400  14.000 ekor
14.000 + 10 = 14.010 ekor (7.005 pasang)
Asumsi II : 14.010 – 10 = 14.000 ekor (7000 pasang)
Asumsi III : 14.000 ekor (7000 pasang)
Asumsi IV : 14.000 + 50 = 14.050 ekor (7.025 pasang)
5.   Tahun 2016
Asumsi I : 7.025  = 70.250 ekor
70.250 + 10 = 70.260 ekor (35.130 pasang)
Asumsi II : 70.260 – 10 = 70.250 ekor (35.125 pasang)
Asumsi III : 70.250 ekor (35.125 pasang)
Asumsi IV : 70.250 + 50 = 70.300 ekor (35.150 pasang)
IV.1.2 Grafik Model Populasi
A.  Model 1








Gambar 1. Grafik model 1
B.   Model 2









Gambar 2. Grafik model 2
C. Model 3





Gambar 3. Grafik model 3
D. Model 4






Gambar 4. Grafik model 4
E.  Model 5







Gambar 5. Grafik model 5
IV.1.3 Komponen Biotik dan Abiotik
A. Komponen  Biotik
Komponen biotic dalam percobaan ini adalah :
A.    Hewan                                                             B. Tumbuhan
-       Burung                                                          - Rumput
-       Belalang                                                        - Pohon mangga
-       Kupu-kupu                                                    - Pohon Kelapa
-       Ulat bulu                                                       - Pohon Pepaya
-       Semut                                                            - Putri malu
-       Lalat                                                              - Pohon Pandan
-       Jangkrik                                                        - Pohon Jati
-       Katak                                                                        - Kembang Merak
-       Kucing                                                          - Kelor
-       Ular
-       kerbau
B.  Komponen Abiotik
a.      Batu
b.      Udara
c.       Tanah
d.      Air
e.       Angin
f.       Suhu
IV.1.4 Rantai Makanan









Gambar 6. Rantai makanan (Rumput – belalang – kucing – ular)













IV.1.5 Jaring-jaring Makanan






















Gambar 7. Jaring-jaring makanan
IV.1.6 Piramida Makanan






















Gambar 8. Piramida makan
IV.2 Pembahasan
IV.2.1 Model Populasi
Pertumbuhan populasi pada suatu daerah di pengaruhi oleh baberapa hal yaitu natalitas (kelahiran), mortalitas (kematian), dan migrasi (pepindahan). Pada model 1, pertumbuhan populasi terus meningkat setiap tahunnya. Pertumbuhan populasinya di pengaruhi oleh mortalitas (kematian) pada seluruh induk burung gereja, dan tidak terjadi migrasi. Pada model 2., pertumbuhan populasi dipengaruhi natalitas (kelahiran) dan mortalitas (kematian) pada induknya . Pada keadaan ini, populasi mengalami peningkatan jumlah yang sedikit karena mortalitas lebih tinggi daripada natalitas, dan tidak terjadi migrasi apapun. Pada model 3, pertumbuhan populasi dipengaruhi oleh mortalitas dan natalitas pada keturunannya. Pertumbuhan  populasi pada model ini mengalami perkembangan yang sangat pesat karena jumlah natalitas lebih tinggi daripada mortalitasnya. Pada model 4, jumlah populasi mengalami peningkatan yang disebabkan oleh imigrasi sebanyak 50 ekor pertahun dan tidak terjadi emigrasi, mortalitas, dan natalitas, sehingga jumlah populasi tidak mengalami penurunan.Dari hasil akhir yang didapatkan, faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan populasi adalah imigrasi.
IV.2.1 Rantai Makanan
Rantai makanan adalah peristiwa makan dan dimakan antara makhluk hidup dengan urutan tertentu. Dalam rantai makanan ada makhluk hidup yang berperan sebagai produsen,  konsumen, dan dekomposer.  Pada percobaan ini,rantai makanan yang terjadi adalah belalang-katak-ular-jamur. Pada rantai makanan tersebut terjadi proses makan dan dimakan dalam urutan tertentu yaitu rumput dimakan belalang, belalang dimakan katak, katak dimakan ular dan jika ular mati akan diuraikan oleh jamur yang berperan sebagai dekomposer menjadi zat hara yang akan dimanfaatkan oleh tumbuhan untuk tumbuh dan berkembang.
 Tiap tingkat dari rantai makanan dalam suatu ekosistem disebut tingkat trofik. Pada tingkat trofik pertama adalah organisme yang mampu menghasilkan zat makanan sendiri yaitu tumbuhan hijau atau organisme autotrof dengan kata lain sering disebut produsen. Organisme yang menduduki tingkat tropik kedua disebut konsumen  primer (konsumen I). Konsumen I biasanya diduduki oleh hewan herbivora. Organisme yang menduduki tingkat tropik ketiga disebut konsumen sekunder (Konsumen II), diduduki oleh hewan pemakan daging (carnivora) dan seterusnya. Organisme yang menduduki tingkat tropik tertinggi disebut konsumen puncak.
Dengan demikian, pada rantai makanan tersebut dapat dijelaskan bahwa :
Rumput bertindak sebagai produsen.
Belalang sebagai konsumen I (Herbivora)
Katak sebagai konsumen II (Carnivora)
Ular sebagai konsumen III/konsumen puncak (Carnivora)
Jamur sebagai dekomposer.
IV.2.2 Jaring-jaring Makanan
Rantai makanan merupakan gambar peristiwa makan dan dimakan yang sederhana.  Kenyataannya dalam satu ekosistem tidak hanya terdapat satu rantai makanan, karena satu produsen tidak selalu menjadi sumber makanan bagi satu jenis herbivora, sebaliknya satu jenis herbivora tidak selalu memakan satu jenis produsen. Dengan demikian, di dalam ekosistem terdapat rantai makanan yang saling berhubungan membentuk suatu jaring-jaring makanan. Jaring-jaring makanan merupakan sekumpulan rantai makanan yang saling berhubungan.
Pada jaring-jaring makanan biasanya terdapat dua atau lebih produsen dan konsumen. Seperti pada jaring-jaring makanan yang ada di atas, jumlah produsen ada dua, yaitu rumput dan pohon, konsumen I terdapat tiga hewan, yaitu ulat, belalang dan tikus, pada konsumen II terdapat ayam dan katak, serta konsumen puncak yaitu elang dan ular.
IV.2.3 Piramida Makanan
Sebuah ekosistem akan seimbang dan terjaga kelestariannya apabila jumlah produsen lebih banyak daripada jumlah konsumen I, jumlah konsumen I harus lebih banyak daripada konsumen II, dan seterusnya. Apabila kondisi tersebut digambarkan maka akan terbentuk suatu piramida makanan. Seumpama katak pada rantai makan di atas dihilangkan, maka kemungkinan yang akan terjadi adalah jumlah belalang akan meningkat karena tidak ada pemangsanya dan jumlah ular akan menurun karena ular tidak memiliki makanan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Yang terjadi berikutnya adalah belalang akan banyak yang mati karena jumlah rumput tidak mencukupi kebutuhan makan belalang yang jumlahnya semakin banyak.
Pada gambar piramida yang ada di atas, tingkat trofik I di tempati oleh prosdusen yaitu rumput dan pepohonan, tingkat trofik II di tempati oleh konsumen primer yaitu ulat, belalang, dan tikus, tingkat trofik III di tempati oleh ayam dan katak, dan tingkat trofik IV di tempati oleh konsumen puncak yaitu ular dan elang.
BAB V
PENUTUP
V.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1.      Pertumbuhan populasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain natalitas (kelahiran), mortalitas (kematian), dan imigrasi.
2.      Di dalam suatu ekosistem terdapat komponen biotik (mahkluk hidup) dan komponen abiotik (lingkungan) yang saling berhubungan untuk menjaga kesimbangan ekosistem.
V.2 SARAN
Saran yang praktikan sampaikan pada percobaan kali ini adalah agar laboratorium di jaga kebersihannya agar proses praktikum berjalan dengan lancar.


DAFTAR PUSTAKA
Zainal, Abidin, 2007. Ekologi. http://www.masbiet.com. di akses pada tanggal 17 Oktober 2012 pukul 21.25 WITA
Desmukh, Ian, 199. Ekologi dan Biologi Tropi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Yanney, J.E, 1990. Ekologi Tropika. ITB. Bandung
Kimball, John W, 1983. Biologi Jilid 3 Edisi Kelim. Erlangga. Jakarta
Riza, 2009. Ekosistem. http://oryza-sativa.blogspot.com. di akses pada tanggal 17 Oktober 2012 pukul 21.30 WITA